Palu – Kompas Peduli Hutan (KOMIU) mengeluarkan analisis citra satelit dari tahun 1990an s.d 2018 yang bersumber dari Landast 4-5, Landsat 6-7, Landsat 8 dan Sentinel Copernicus 2 yang kemudian di remote sensing dengan menggunakan metode NDVI dan SRVI berhasil merekam perubahan lahan selama 18 tahun terakhir. Kata Aldy Rizki Koordinator Advokasi & Kampanye KOMIU.
Dari 12 Kabupaten dan 1 Kota, kami melakukan perengkingan mengenai rekor deforestasi yang terjadi menjadi 2 priode berbeda yaitu dari tahun 2000 s.d 2010 dan 2010 s.d 2018 mengingat ada pemekaran dari Kabupaten Morowali menjadi Kabupaten Morowali Utara.
Adly menjelaskan. Priode pertama Tahun 2000 s.d 2010. Deforestasi hutan alam pada hutan alam peringkat pertama dipegang oleh Kabupaten Morowali seluas 25.118,35 hektar yang saat itu Kabupaten Morowali Utara masih menjadi bagian dari Kabupaten Morowali. Kedua ; Kabupaten Poso dengan luasan 16.499 Hektar, ketiga; Kabupaten Parigi Moutong 15.836,27 Hektar, keempat; Kabupaten Banggai 12.176,20 Hektar dan kelima; Kabupaten Tojo Unauna 9.750 Hektar.
Kemudian pada priode kedua Tahun 2010 s.d 2018 angka deforestasi meningkat tajam 3 s.d 5 kali lipat dari 10 tahun sebelumnya. Hal tersebut terjadi karena ada beberapa kebijakan dari pusat tentang mempermudah investasi dan beberapa kabupaten dijadikan sebagai objek vital nasional untuk memenuhi kebutuhan nikel dunia. Ranking tersebut pun berubah yang antara lain; pertama; Kabupaten Banggai 76.564,34 Hektar, kedua; Kabupaten Tojo Unauna 66.707,76 Hektar, ketiga; Kabupaten Buol 45.691,86 Hektar, keempat; Kabupaten Banggai Kepulauan 44.256,75 dan kelima;Kabupaten Morowali Utara 42.866,25 Hektar.
Aldy berharap Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah dapat melakukan perbaikan tata kelola pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan mengakomodir kepentingan masyarakat serta membuka informasi mengenai perizinannya agar masyarakat dapat mengawasi perjalanan pembangunan daerahnya.
Perlu untuk diketahui terdapat 2 Rezim Penetapan kawasann Hutan di Provinsi Sulawesi Tengah yang terdiri dari rezim SK 757 Tahun 1999 dan rezim SK 869 Tahun 2014 yang mengatur luas daratan 6.134.057,09 Hektar terbagi-bagi berdasarkan status kawasan sebagai berikut:
This table describe difference forest area status existing in Central Sulawesi by determine letter number 869/Kemenhut-II/2014 by Environmental and Forestry Ministry of Republic Indonesia
Perubahan status kawasan masuk sebagai salah satu faktor penting pemicu deforestasi pada hutan alam karena secara regulasi baik dari regulasi perundang-undangan hingga turunannya, jika status kawasan turun maka proses perizinan untuk melakukan pemanfaatan dan pengelolaan hutan beserta hasilnya akan lebih mudah juga. Tukar menukar kawasan atau tukar guling kawasan untuk Provinsi Sulawesi Tengah secara historis dari SK 757 Tahun 1999 kemudian menjadi SK 869 2014 tercatat seluas 50.016,82 Hektar telah dirotasi pada proses penetapan kawasan dengan rincian tertulis pada table diatas di kolom sebelah kanan.
Dari hasil remote sensing termonitor perubahan eksistensi tutupan hutan alam selama 18 tahun terakhir sebagai berikut:
528.850,25 deforestasi eksistensi hutan alam yang terjadi secara global memiliki rincian deforestasi berdasarkan status kawasan hutan SK 869/Menhut-II/2014 yang antara lain:
- Areal Penggunaan Lain (APL) = 59,32 %
- Hutan Produksi (HP) = 5,00 %
- Hutan Produksi Konversi (HPK) = 5,50 %
- Hutan Produksi Terbatas (HPT) = 21,86 %
- Hutan Lindung (HL) = 3,21 %
- Kawasan Suaka Alam/Kawasan Perlindungan Alam (KSA/KPA) = 4,98 %
- Tubuh Air = 0,13 %