Peta Deferostasi Pulau Sulawesi

Secara nasional berdasarkan Perpres No. 58 tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis, mencapai Rp. 4.150 triliun yang terdiri dari dana APBN Rp. 428 triliun (10,3%), BUMN/BUMD Rp. 1.273 triliun dan dari private sektor Rp. 2.449 triliun. Detail rencana proyek strategis tersebut yang berambisi jika Indonesia akan memiliki kekuatan ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2050 yang kemudian dipecah menjadi 7 proyek strategis berdasarkan region yang antara lain: lingkup nasional terdiri dari 3 program dan 12 proyek dengan nilai Rp. 1.345,7 triliun, Pulau Sumatera terdiri dari 53 proyek dengan nilai Rp. 545,8 triliun, Pulau Kalimantan dengan 17 proyek senilai Rp. 481 triliun, Pulau Sulawesi 27 proyek senilai Rp. 308,2 triliun, Bali & Nusa Tenggara dengan 13 proyek senilai Rp. 9,4 triliun, Maluku dan Papua dengan 12 proyek senilai Rp. 464 triliun. Estimasi anggaran dan proyek strategis tersebut tidak terlepas dari agenda Indonesia dan China Belt & Road Initiative in the Framework of Comprehensive Strategic Partnership.

Untuk proyek strategis wilayah Pulau Sulawesi fokus pada sektor; perkebunan kelapa sawit, tambang, smelter, feronikel stainless steel smelter, logistik, kakao dan karet. Untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit hampir merata di setiap provinsi yang ada di Pulau Sulawesi, namun untuk feronikel stainless steel smelter fokus pada 3 wilayah tambang nikel terbesar di dunia yaitu Morowali, Konawe dan Bantaeng.

Dari pengamatan menggunakan platform Google Earth Engine (GEE) dan kombinasi data Landsat 4,5,7, 8, Sentinel 2 dan Global Forest Change by Matt. Hansen yang diolah menjadi NDVI, EVI, EVI2 dan SRVI dapat ditaksir dari tahun 2001 s.d 2019 Pulau Sulawesi mencapai angka deforestasi seluas 2.049.586 hektar, deforestasi yang paling besar terjadi pada tahun 2015 seluas 226.260 hektar,  tahun 2016 seluas 190.667 hektar dan tahun 2019 kemarin mencapai luasan 159.891 hektar.

Kemudian jika dirincikan lebih detail pada skup provinsi, deforestasi yang paling besar terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah dengan luasan mencapai 722.624.05 hektar, kedua pada Provinsi Sulawesi Tenggara yang mencapai luasan 512.465.40 hektar dan ketiga Provinsi Sulawesi Selatan yang mencapai luasan deforestasi 333.364.55 hektar.

Dari pengamatan mendetail teridentifikasi alih fungsi lahan yang sebelumnya merupakan eksisting hutan alam terkonversi untuk kepentingan investasi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan pada tahun 2020. Permasalah-permasalahan tersebut dapat teridentifikasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang diturunkan pada revisi RTRW kemudian menghasilkan produk-produk berupa: usulan pelepasan kawasan hutan, rencana dan pola struktur ruang. 

Pulau Sulawesi memiliki 5.076 jenis spesies Tracheophyta atau dalam bahasa Indonesia  disebut ‘tumbuhan berpembuluh’, 127 jenis mamalia yang 79 diantaranya bersifat endemik, dan 1.500 spesies burung yang 510 merupakan endemik. Dari kondisi khususan keanekaragaman hayati tersebut baik flora maupun fauna, penting kiranya untuk pemerintah dan pemerhati lingkungan untuk bisa memberikan perhatian pada arah pembangunan nasional di wilayah Pulau Sulawesi yang bertujuan untuk mencapai Welfare of State yang harus mempertimbangkan kelestarian ekosistem jangka panjang dan untuk masa depan, dengan memahami bahwa manusia dan komunitas merupakan satu kesatuan ekosistem yang dimana tidak merasakan dampak pembangunan ekonomi secara langsung dari sektor riil.

Penulis-Andhika Younastya

Kehutanan

Komentar Anda...