Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting dalam melakukan analisis terkait pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu Provinsi. Pertumbuhan ekonomi menunjukan progress aktifitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Pada dasarnya aktifitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat.

Kelapa sawit (Elaeis guinensis jack) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat. Sampai saat ini, komoditi kelapa sawit termasuk salah satu komoditi yang memiliki nilai ekonomi tinggi jika ditinjau dari prospek pasar domestik maupun internasional. Sebagai tanaman tahunan (Prenial Crop), kelapa sawit dikenal periode Tanam Belum Menghasilkan (TBM) yang memiliki variasi fase pertumbuhan sekitar 2 s.d 4 tahun tergantung faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kembang tumbuhnya. Inilah yang menyebabkan kelapa sawit mampu menghasilkan nilai ekonomi terbesar perhektarnya jika dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Prospek pasar bagi produk olahan dari kelapa sawit sangat menjanjikan, karena permintaan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan cukup besar.

Perkebunan kelapa sawit di Sulawesi Tengah merupakan salah satu sector ekonomi makro yang memiliki peranan strategis yang antaralain: penyumbang devisa, penggerak perekonomian kabupaten, pendorong ekonomi masyarakat dan penyerap tenaga kerja. Pertumbuhan sektor industri perkebunan kelapa sawit Sulawesi Tengah berkembang pesat dari tahun 2000 s.d 2019, pola ini dapat terukur dari meningkatnya eksisting tanaman produktif kelapa sawit yang pada tahun 2000 hanya seluas 64.210 hektar kemudian meningkat sebesar 237% ditahun 2019 menjadi 152.184 hektar.

Provinsi Sulawesi Tengah memiliki perkebunan kelapa sawit yang tersebar di beberapa Kabupaten dengan luas lahan dan produksi yang besar. Luas area, produksi dan produktifitas kelapa sawit menurut kabupaten di Sulawesi Tengah Tahun 2019 tersaji pada Tabel 1.

Tabel Produktifitas Kelapa Sawit Kabupaten di Sulawesi Tengah

 

Sebaran industri perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sulawesi Tengah ada di 7 kabupaten yang antara lain; Buol, Tolitoli, Donggala, Poso, Morowali, Morowali Utara dan Banggai. Data perluasan perkebunan kelapa sawit jika disandingkan dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) terjadi ketidak seimbangan dimana perluasan yang terus meningkat sedangkan produksinya mengalami penurunan. Pada tahun 2017 jumlah produksi CPO sebesar 456.608 Ton kemudian  mengalami penurunan seiring berjalannya waktu hingga pada tahun 2021 terdata sebesar 382.711 Ton, yang artinya terjadi penurunan produksi sebesar -0,51%.

Sulawesi Tengah memiliki luas daratan 6.117.275[ hektar atau 61.173 km2, diketahui pada tahun 2000 jumlah hutan alam mencapai 4.609.734 hektar dan kemudian pada tahun 2019 menurut menjadi 4.312.555 hektar. Penurunan jumlah hutan alam seluas 297.179 hektar atau 6,45% tentu terhubung dengan peningkatan jumlah eksisting perkebunan kelapa sawit. Untuk eksisting perkebunan kelapa sawit tahun 2019 ada 155.184 hektar, dengan data terpilah 83.779 hektar di luar izin dan 68.281 hektar di dalam konsesi izin, jika ditampilkan dalam presentase yakni 56% di luar izin dan 44% di dalam izin.

Kemudian untuk ditinjau berdasarkan status kawasan kita akan mendapatkan statistic sebagai berikut:

Tabel Eksisting Sawit dan Kawasan Hutan

Berdasarkan data dinas perkebunan Provinsi Sulawesi Tengah pada bulan agustus 2019, terinventarisir ada 178 bidang HGU khusus perkebunan kelapa sawit dengan mencapai total luasan 128.265 hektar. Rincian perperusahaan tersebut antara lain:

Data luasan HGU tahun 2019 berdasarkan Badan Informasi Geospasial di Sulawesi Tengah

Konversi status kawasan hutan untuk kepentingan perkebunan kelapa sawit merupakan dampak secara administratif yang tidak dapat terelakkan. Sangat jarang penelitian terkait perkebunan kelapa sawit membedah transisi konversi ini. Padahal ini merupakan indikator penting untuk menjadi dasar penilaian terhadap kinerja sektor perkebunan kelapa sawit. Di Sulawesi Tengah sendiri terjadi 3 kali rezim tutupan hutan yaitu sejak zaman Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) kemudian berubah menjadi SK 869 Tahun 2014 dan terakhir adalah SK 8113 Tahun 2018. Namun untuk contoh kasus kita hanya akan terfokus pada transisi yang terjadi pasca terbitnya Inpres Moratorium No. 8 Tetanng Perkebunan Kelapa sawit dengan range waktu tahun 2018 s.d 2021. Adapun table yang akan menjelaskan bagaimana transisi konversi kawasan hutan karena dampak perkebunan sawit tampil sebagai berikut:

 

Tak Berkategori

Komentar Anda...