Palu – Kompas Peduli Hutan (KOMIU) meminta Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah khususnya dinas terkait untuk mengevaluasi keberadaan Hak Atas Penguasaan Tanah (HAPT) dan Surat Keterangan Sah Hasil Hutan Kayu (SKSHHK) yang saat ini diduga disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang menyebabkan kerusakan hutan dan penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan di Sulawesi Tengah. Kata Aldy Rizky Koordinator Advokasi & Kampanye KOMIU.
Merujuk pada kejadian 13 maret 2019 oleh Ditjen Penegakkan Hukum Kehutanan dan Lingkungan Hidup melakukan penangkapan dua kontainer kayu eboni berjumlah hampir 10.000 batang atau sekitar 26,4486, m3 yang dimuat menggunakan KM Meratus Minahasa dari pelabuhan Pantoloan Palu dan akan dikirim ke Shanghai dan Huangpu, Cina yang merugikan negara 1,5 Milliar Rupiah.
Dokumen yang digunakan adalah dokumen SKSHHK yang diambil dari HPAT yang status kawasannya merupakan Areal Penggunaan lain (APL), namun Gakkum LHK curiga karena tidak ada dalam APL apalagi satu hamparan terdapat pohon eboni.
Dari kasus tersebut, Rizky menambahkan, evaluasi izin harus dilakukan untuk memverifikasi kembali kebenaran lokasi HPAT tersebut berhutan atau tidak, dan mereview kembali izin SKSHHK termasuk seluruh jumlah kubikasi yang dikeluarkan melalui inventarisasi hutan dari hasil jalur timber cruising dilapangan.
Menurut Rizky, dampak dari dugaan adanya penggelembungan kubikasi dalam dokumen SKSHHK, yang tidak sesuai dengan kondisi lapangan, memicu tindakan illegal logging di wilayah sekitar HPAT dengan memanfaatkan masyarakat sebagai eksekutor lapangan dengan alasan untuk ramuan rumah dan lain sebagainya. Ungkap Aldy.
Karena praktek tersebut telah berlangsung lama, sehingga menurut kami hal ini juga menjadi salah satu penyebab dari banjir yang terjadi pada saat musim penghujan tiba. Sehingga Pemerindah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah diminta harus bertindak tegas untuk memberantas praktek tersebut. ujarnya.