Palu- Yayasan Kompas Peduli Hutan (KOMIU), mengapresiasi Langkah-langkah yang dilakukan oleh satuan tugas penertiban kawasan hutan (PKH) di Sulawesi Tengah. Ungkap  Gifvents Lasimpo Direktur Yayasan KOMIU.

“Belajar dari banjir Sumatera dan Aceh, kita butuh biaya yang ready pada Pemerintah Daerah, untuk pemulihan ekosistem dan biaya tanggap darurat bencana, jika kedepannya area – area lingkar tambang ini, mengalami bencana alam, sehingga tidak membebani APBD yang saat ini telah mengalami efisiensi”. ujarnya

Beberapa hari yang lalu Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, menghadiri penyerahan hasil sitaan uang negara senilai Rp6,6 triliun di Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jakarta (24/12/2025).

Berdasarkan informasi yang ada, salah satu sumber uang denda ini berasal dari penertiban Lahan 62,15 Hektare yang ditambang oleh PT Bumi Morowali Utama (BMU) dengan potensi denda sebesar 2,3 triliun Rupiah (30/10/2025). Area pertambangan perusahaan berada di Desa Laroena, Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.

Pada 19 Desember 2025 satgas PKH juga memasang papan pengumuman di area  seluas 8,71 Ha yang di tambang oleh PT Enersteel di kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Utara.

Yayasan KOMIU mencatat di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara terdapat 16 Perusahaan yang menambang diluar izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH/PPKH) salah satunya telaah ditindak oleh satgas PKH.

Kerusakan lingkungan yang diakibatkan penambangan dalam kawasan hutan tentu membutuhkan biaya diluar jaminan reklamasi, sehingga uang Denda yang diserahkan kepada Menteri Keuangan sebaiknya dikembalikan kepada Daerah yang telah dieksploitasi.

Kehutanan

Komentar Anda...