Palu – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia (YLBH APIK) Sulawesi Tengah bekerjasama dengan Kompas Peduli Hutan (KOMIU) pada kamis 20 september 2018 melakukan focus group disucission (FGD) Penyusunan Draft Gugatan Judicial Review Perda No 02 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Pertambangan Provinsi Sulawesi Tengah.
Dalam diskusi tersebut difasilitatori oleh Raynaldo G. Sembiring, S.H Direktur Bidang Pengembangan Program staff lembaga Indonesia Center For Environmental Law (ICEL) yang berkantor di Jakarta.
, Raynaldo menjelaskan tentang outline JR, diantaranya Pendahuluan, Kewenangan MA dalam menguji objek permohonan, kedudukan objek permohonan, kedudukan dan kepentingan hukum para pemohon keberatan, pokok permohonan keberatan dan kesimpulan.
Selain itu dia juga menjelaskan terkait pembahasan kedudukan dan kepentingan hukum pemohon dan pokok keberatan dan tata waktu.
Kegiatan tersebut dihadiri beberapa mitra masyarakat sipil yaitu, Wahana Lingkungan Hidup, Jaringan Advokasi Tambang, Sikolah Mombine, Monggabay dan Maleo Sulteng.
Perda No 02 Tahun 2018 tersebut dinilai tidak layak untuk menjadi peraturan daerah (Perda) khususnya dalam pengelolaan pertambangan di Sulawesi Tengah, hal ini dikarenakan banyak aturan yang menjadi rujukan dalam perda tersebut dinilai sudah tidak relevan, salah satu halnya tidak menyinggung soal tata ruang, Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), Jaminan Reklamasi dan aturan terkait pengawasan pada bidang pengendalian lingkungan hidup bahkan terkesan copy paste dari Undang-Undang No 04 Tahun 2009 Mineral dan Batu Bara (Minerba). Kata Ali Rizki Dirketur Kompas Peduli Hutan (KOMIU)
Dia juga menambahkan bahwa perda ini tidak menjawab kebutuhan daerah dan tidak sesuai kondisi objektif pengelolaan tambang di lapangan, sehingga hal ini menjadi dasar kolaisi masyarakat sipil untuk melakukan judisial review terhadap perda tersebut.
Sementara Taufik, Staff Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah juga menyatakan bahwa perda saat ini UU Minerba sedang direvisi, namun anehnya perda ini tidak menunggu revisi tersebut sehingga ada kesesuaian aturan, bahkan perda tersebut juga tidak mengatur soal keberadaan smelter yang ada di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara. ungkapnya.