Morowali Utara merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki prospek pembangunan sektor perkebunan kelapa sawit dan pertambangan yang massif. Kali ini kita akan fokus pada sektor perkebunan kelapa sawit saja.
Tahun 2019 dari hasil inventarisasi data HGU, saat ini di Morowali Utara terdapat 75 bidang HGU dari 5 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang aktif berproduksi dengan total luasan bidang mencapai total 276.302.202 meter2 atau 27.630,22 hektar. Kemudian jika dibandingkan dengan data sawit produktif hingga 2021 diketahui mencapai luasan 48.742 hektar; 22.817 hektar di dalam HGU dan 25.924 hektar di luar HGU.
Kemudian jika di overlay dengan SK 8113 Tahun 2018 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sulawesi Tengah maka akan didapati jumlah tanaman produktif yang masuk dalam kawasan hutan sebagai berikut:
-
- Area Penggunaan Lain (APL) 43.411 hektar;
- Hutan Produksi Tetap (HP) 1.310 hektar;
- Hutan Produksi Konversi (HPK) 3.129 hektar;
- Hutan Produksi Terbatas (HPT) 154 hektar;
- Hutan Lindung (HL) 593 hektarr;
- Kawasan Suaka dan Perlindungan Alam (KSA/KPA) 142 hektar.
Namun, kali ini kita tidak akan membahas semua perusahaan yang melakukan perluasan perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan. Kita akan fokus pada salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT. Sinergi Perkebunan Nusantara atau disingkat PT. SPN.
PT. SPN merupakan hasil dari restrukturisasi PTPN IV pada tahun 1999 yang fokus pada produk unggulan kelapa sawit berupa; minyak sawit (Crude Palm Oil – CPO) dan inti sawit (Palm Kernel Oil – PKO). Dasar lain berdirinya PT. SPN adalah mandatori dari Kementrian BUMN yang berisi penggabungan PT. Perkebunan Nusantara IV untuk melakukan kerjasama patungan dengan PT. Perkebunan Nusantara XIV melalui Surat Perjanjian Patungan No: 04.09/S.Per-UP/03/XII/2011 dan 03/PERJ/XII/2011.046 tanggal 08 Desember 2011 dengan komposisi pemengang saham saat itu PTPN IV 71,28% dan PTPN XIV 28,72%.
Kembali pada fokus masalah, teridentifikasi salah satu blok HGU PT. SPN yang berada di Desa Kasingoli dan Gontara, Kecamatan Tomata, Kabupaten Morowali melakukan perluasan perkebunan hingga masuk kedalam kawasan Hutan Lindung. Saat ini kawasan Hutan Lindung tersebut telah telah terkonversi menjadi kelapa sawit seluas + 245 hektar.
Deforestasi dimulai tahun 2013 melakukan pembukaan lahan di dalam HGU APL seluas 120,5 hektar, namun di saat yang sama juga melakukan perluasan di luar HGU dan masuk dalam kawasan hutan seluas 20,3 hektar. Kegiatan tersebut terus berlanjut hingga tahun 2020 dimana total luasan pembukaan lahan di luar HGU dan masuk dalam kawasan Hutan Lindung mencapai 196 hektar.
Keterbatasan teknologi serta metodologi monitoring yang dimiliki pemerintah provinsi dan kabupaten membuat implementasi Inpres tidak terlaksana dengan baik. Peristiwa-peristiwa kasus seperti ini merupakan kasus atau peristiwa yang perlu dievaluasi oleh berbagai pihak dimana perusahaan perkebunan kelapa sawit melakukan praktik wrong doing, dimana pada saat yang sama presiden tengah mendorong perbaikan kelola perkebunan kelapa sawit.
Untuk pembahasan peran pemerintah daerah dan pemerintah provinsi pasca terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja dalam tugas dan fungsi termasuk wewenang dalam pengawasan terhadap praktik perkebunan kelapa sawit akan kita bahas pada tulisan berikutnya.